Jumat, 15 April 2011

Teori kedaulatan negara


TEORI KEDAULATAN NEGARA
Negara memegang kekuasaan penuh atas kedaulatan dan hukum. Oleh karena itu, hukum tunduk pada negara supaya tercipta kedaulatan yang utuh adalah esensi dari teori kedaulatan negara (staats souvereiniteit). Tegasnya, menurut teori ini, negara ada di atas segalanya. Tokoh yang mengusung teori kedaulatan negara di antaranya: Paul laband, Jean Bodin, dan George Jellinek.
Teori kedaulatan negara merupakan salah satu dari empat teori kedaulatan, yaitu:
  1. Teori kedaulatan Tuhan
  2. Teori kedaulatan negara
  3. Teori kedaulatan hukum, dan
  4. Teori kedaulatan rakyat.
Kekuasaan negara terjadi secara alamiah, ketika suatu negara berdiri maka dengan sendirinya memiliki kekuasaan tak terbatas untuk mengatur infrastrukturnya: hukum, rakyat, serta perangkatnya. Negaralah yang menciptakan hukum, sehingga hukum tak bisa membatasi negara. Paradigma inilah yang bertentangan dengan teori kedaulatan hukum.
Menariknya, negara bersifat abstrak atau jika diibaratkan seperti wayang. Jadi, bagaimana negara tersebut mengatur hukum dan rakyatnya akan sangat tergantung kepada siapa penguasa negaranya seperti juga wayang, jalan cerita dan peran setiap wayang ditentukan oleh dalang.
Penguasa negara inilah yang akan membawa negara ke mana serta idiologi apa yang akan dipakai. Apakah ideologi komunis-sosialis yang identik otoriter seperti Hitler di Jerman, Mussolini di Itali, Jendral Franco di Spanyol, Mao Tse Tung di RRC, Fidel Castro di Cuba, Lenin di Rusia, dan penguasa tangan besi lainnya.
Atau, ideologi liberal yang dipakai oleh negara-negara Eropa barat dan Amerika serta diikuti oleh sebagian besar nagara-negara berkembang dan maju di benua Asia, Afrika, dan Australia.
Ideologi Islam tak kalah gencarnya disosialisasikan sebagai alternatif ideologi untuk diterapkan di negara, bahkan tak tanggung-tanggung di dunia sebagai jawaban dari tantangan zaman dan menutupi kekurangan dari ideologi komunis-sosialis dan liberal. Ideologi ini berkeyakinan bahwa Islam adalah agama sempurna, sehingga hukum-hukumnya bisa dijadikan acuan tata negara di samping tata cara ibadah.
Pada praktiknya, penguasa yang menggunakan teori kedaulatan negara beranggapan bahwa negara merupakan keputusan akhir yang tak bisa diganggu gugat oleh pihak manapun baik agama, hukum, atau rakyat. Dengan kata lain, ideologi apapun yang dipakai baik liberal, Islam, apalagi komunis-soslialis tidak menutup kemungkinan bisa menjadi otoriter.
Maka tak heran penguasa yang menggunakan teori ini akan menghindari pengawasan kekuasaan baik oleh legislatif atau oposisi seperti Presiden Mesir, Husni Mubarrak. Padahal kita tahu, Mesir merupakan salah satu negara pusat studi Islam.
Fakta sejarah mengatakan, negara-negara yang penguasanya otoriter tak memiliki umur panjang dalam memimpin negaranya karena akan terjadi pemberontakan rakyat yang merasa hak-haknya sebagai warga negara dirampas. Mungkin untuk sementara waktu rakyatnya bisa bertahan, namun sebenarnya hal itu ibarat bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak ketika rakyat merasa hak-haknya bukan lagi dirampas melainkan hilang.
Saat itulah terjadi pemberontakan, bahkan kudeta baik untuk meminta penguasa negaranya mundur atau mengganti sistem teori kedaulatan negara yang selama ini berjalan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar