Jumat, 15 April 2011

Teori kedaulatan negara


TEORI KEDAULATAN NEGARA
Negara memegang kekuasaan penuh atas kedaulatan dan hukum. Oleh karena itu, hukum tunduk pada negara supaya tercipta kedaulatan yang utuh adalah esensi dari teori kedaulatan negara (staats souvereiniteit). Tegasnya, menurut teori ini, negara ada di atas segalanya. Tokoh yang mengusung teori kedaulatan negara di antaranya: Paul laband, Jean Bodin, dan George Jellinek.
Teori kedaulatan negara merupakan salah satu dari empat teori kedaulatan, yaitu:
  1. Teori kedaulatan Tuhan
  2. Teori kedaulatan negara
  3. Teori kedaulatan hukum, dan
  4. Teori kedaulatan rakyat.
Kekuasaan negara terjadi secara alamiah, ketika suatu negara berdiri maka dengan sendirinya memiliki kekuasaan tak terbatas untuk mengatur infrastrukturnya: hukum, rakyat, serta perangkatnya. Negaralah yang menciptakan hukum, sehingga hukum tak bisa membatasi negara. Paradigma inilah yang bertentangan dengan teori kedaulatan hukum.
Menariknya, negara bersifat abstrak atau jika diibaratkan seperti wayang. Jadi, bagaimana negara tersebut mengatur hukum dan rakyatnya akan sangat tergantung kepada siapa penguasa negaranya seperti juga wayang, jalan cerita dan peran setiap wayang ditentukan oleh dalang.
Penguasa negara inilah yang akan membawa negara ke mana serta idiologi apa yang akan dipakai. Apakah ideologi komunis-sosialis yang identik otoriter seperti Hitler di Jerman, Mussolini di Itali, Jendral Franco di Spanyol, Mao Tse Tung di RRC, Fidel Castro di Cuba, Lenin di Rusia, dan penguasa tangan besi lainnya.
Atau, ideologi liberal yang dipakai oleh negara-negara Eropa barat dan Amerika serta diikuti oleh sebagian besar nagara-negara berkembang dan maju di benua Asia, Afrika, dan Australia.
Ideologi Islam tak kalah gencarnya disosialisasikan sebagai alternatif ideologi untuk diterapkan di negara, bahkan tak tanggung-tanggung di dunia sebagai jawaban dari tantangan zaman dan menutupi kekurangan dari ideologi komunis-sosialis dan liberal. Ideologi ini berkeyakinan bahwa Islam adalah agama sempurna, sehingga hukum-hukumnya bisa dijadikan acuan tata negara di samping tata cara ibadah.
Pada praktiknya, penguasa yang menggunakan teori kedaulatan negara beranggapan bahwa negara merupakan keputusan akhir yang tak bisa diganggu gugat oleh pihak manapun baik agama, hukum, atau rakyat. Dengan kata lain, ideologi apapun yang dipakai baik liberal, Islam, apalagi komunis-soslialis tidak menutup kemungkinan bisa menjadi otoriter.
Maka tak heran penguasa yang menggunakan teori ini akan menghindari pengawasan kekuasaan baik oleh legislatif atau oposisi seperti Presiden Mesir, Husni Mubarrak. Padahal kita tahu, Mesir merupakan salah satu negara pusat studi Islam.
Fakta sejarah mengatakan, negara-negara yang penguasanya otoriter tak memiliki umur panjang dalam memimpin negaranya karena akan terjadi pemberontakan rakyat yang merasa hak-haknya sebagai warga negara dirampas. Mungkin untuk sementara waktu rakyatnya bisa bertahan, namun sebenarnya hal itu ibarat bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak ketika rakyat merasa hak-haknya bukan lagi dirampas melainkan hilang.
Saat itulah terjadi pemberontakan, bahkan kudeta baik untuk meminta penguasa negaranya mundur atau mengganti sistem teori kedaulatan negara yang selama ini berjalan. 

Trias Politika


 TRIAS POLITICA


Trias politica atau teori mengenai pemisahan kekuasaan, di latar belakangi pemikiran bahwa kekuasaan - kekuasaan pada sebuah pemerintahan yang berdaulat tidak dapat diserahkan kepada orang yang sama dan harus dipisahkan menjadi dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak asasi warga negara dapat lebih terjamin.

Konsep tersebut untuk pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755). Filsuf Inggris John Locke mengemukakan konsep tersebut dalam bukunya Two Treatises on Civil Government (1690), yang ditulisnya sebagai kritik terhadap kekuasaan absolut raja-raja Stuart di Inggris serta untuk membenarkan Revolusi Gemilang tahun 1688 (The Glorious Revolution of 1688) yang telah dimenangkan oleh Parlemen Inggris.

Menurut Locke, kekuasaan negara harus dibagi dalam tiga kekuasaan yang terpisah satu sama lain; kekuasaan legislatif yang membuat peraturan dan Undang-Undang; kekuasaan eksekutif yang melaksanakan Undang-Undang dan di dalamnya termasuk kekuasaan mengadili; dan kekuasaan federatif yang meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain (dewasa ini disebut hubungan luar negeri).

Selanjutnya, pada 1748, seorang pemikir politik Perancis bernama Charles-Louis de Secondat, Baron de La Brède et de Montesquieu (18 Januari 1689 – 10 Pebruari 1755), atau lebih dikenal dengan Montesquieu, yang hidup pada Era Pencerahan (Inggris : Enlightenment) kemudian mengembangkan konsep Locke tersebut lebih jauh dalam bukunya L'Esprit des Lois (The Spirit of Laws), yang ditulisnya setelah dia melihat sifat despotis (sewenang-wenang) dari raja-raja Bourbon di Prancis. Dia ingin menyusun suatu sistem pemerintahan dimana warga negaranya akan merasa lebih terjamin hak-haknya.

Dalam uraiannya, Montesquieu membagi kekuasaan dalam pemerintahan menjadi tiga cabang yang menurutnya haruslah terpisah satu sama lain; kekuasaan legislatif (kekuasaan untuk membuat Undang-Undang), kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan Undang-Undang, tetapi oleh Montesquieu diutamakan tindakan di bidang politik luar negeri), dan kekuasaan yudikatif (kekuasaan mengadili atas pelanggaran Undang-Undang). Hal ini adalah untuk mewujudkan tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip check and balance. Teori ini kemudian di kembangkan oleh C.F Strong dalam bukunya Modern Political Constitution.

Ide pemisahan kekuasaan tersebut, menurut Montesquieu dimaksudkan untuk memelihara kebebasan politik, yang tidak akan terwujud kecuali bila terdapat keamanan masyarakat dalam negeri. Montesquieu menekankan bahwa satu orang/lembaga akan cenderung untuk mendominasi kekuasaan dan merusak keamanan masyarakat tersebut bila kekuasaan terpusat padanya. Oleh karenanya, dia berpendapat bahwa agar pemusatan kekuasaan tidak terjadi, haruslah ada pemisahan kekuasaan yang akan mencegah adanya dominasi satu kekuasaan terhadap kekuasaan lainnya. (Montesquieu, The Spirit of Laws, edited by David Wallacea Carrithers, University of California Press, 1977).

Montesquieu juga menekankan bahwa kebebasan akan kehilangan maknanya, tatkala kekuasaan eksekutif dan legislatif terpusat pada satu orang atau satu badan yang menetapkan Undang-Undang dan menjalankannya secara sewenang-wenang. Demikian pula, kebebasan akan tak bermakna lagi bila pemegang kekuasaan menghimpun kedua kekuasaan tersebut dengan kekuasaan yudikatif. Seperti yang dikemukakan oleh Montesquieu, akan merupakan malapetaka bila satu orang atau badan memegang sekaligus ketiga kekuasaan tersebut dalam suatu masyarakat

Teori Kedaulatan


TEORI  KEDAULATAN
Pengertian kedaulatan
  • Adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam negara, sifatnya tunggal, asli, abadi dan tidak dapat dibagi.
  • Adalah Kekuasaan tertinggi dalam suatu negara berlaku terhadap seluruh wilayah dan segenap rakyat dalam negara tersebut (C.S.T. Kansil, S.H).
  • Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara
Jenis Kedaulatan
  1. Kedaulatan kedalam
Kekuasaan suatu Negara untuk mengatur fungsinya tanpa campur tangandari negara manapun
  1. Kedaulatan Keluar
Kekuasaan Negara dalam mengadakan hubungan dengan Negara lain tanpa intervensi dari manapun
Sifat kedaulatan
  1. Permanen
  2. Asli
  3. Bulat
  4. Tidak terbatas
Beberapa teori kedaulatan:
  1. Teori Kedaulatan Tuhan (Gods-souvereiniteit).
Merupakan teori tertua.Teori kedaulatan Tuhan mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu negara adalah dimiliki Tuhan (abad V – XV).
Terdapat dua organisasi kekuasaan:
  • Organisasi kekuasaan negara dipimpin Raja.
  • Organisasi kekuasaan gereja dipimpin Paus, karena pada waktu itu organisasi gereja mempunyai alat-alat perlengkapan yang hampir sama dengan alat-alat perlengkapan negara.
Akibat adanya dua organisasi kekuasaan:
  • Organisasi gereja mempunyai kekuasaan yang nyata yang dapat mengatur kehidupan negara, tidak hanya bersifat keagaamaan tetapi juga keduniawian.
  • Timbul dua peraturan, yaitu peraturan dari negara dan peraturan dari gereja.
  • Timbul kesulitan dari warga negara untuk mentaati apabila kedua peraturan itu saling bertentangan satu sama lain.
Tokoh-Tokoh:
  • Agustinus: yang mewakili Tuhan di dunia ini, jadi juga di dalam suatu negara, adalah Paus.
  • Thomas Aquinas: kekuasaan Raja dan Paus itu sama, hanya saja tugasnya berlainan, raja dalam lapangan keduniawian, sedangkan Paus di lapangan keagamaan.
  • Marsilius: Raja itu adalah wakil daripada Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan atau memegang kedaulatan di dunia.
2. Teori Kedaulatan Negara (Staats-souvereiniteit)
Kedaulatan itu ada pada negara. Negaralah yang menciptakan hukum, jadi segala sesuatu harus tunduk pada negara. Negara dianggap sebagau keutuhan yang menciptakan peraturan-peraturan hukum, jadi adanya hukum itu karena adanya negara, dan tidak ada satu hukumpun yang berlaku jika tidak dikehendaki negara.
Tokoh-Tokoh:
Georg Jellinek: hukum itu adalah merupakan penjelmaan dari[ada kehendak atau kemauan negara. Negara yang menciptakan hukum, maka negara dianggap satu-satunya sumber gukum, dan negara yang memeliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan.
3. Teori Kedaulatan Hukum (rechts-souvereiniteit)
Kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum itu sendiri.
Tokoh:
Krabbe: Hukum adalah merupakan penjelmaan daripada salah satu bagian dari perasaan manusia. Sumber hukum adalah rasa hukum yang terdapat dalam masyarakatnya sendiri.
4. Teori Kedaulatan Rakyat.
Merupakan ajaran dari kaum monarkomaken, khususnaya jaran Johannes Althusius.  Bahwa individu-individu itu dengan melalui perjannjian masyarakat membentuk masyarakat, dan kepada masyarakat inilah para individu itu menyerahkan kekuasaannya, yang selanjutnya masyarakat inilah yang menyerahkan kekuasaan tersebut kepada Raja.
Jadi Raja mendapat kekuasaan dari individu-individu tersebut. Individu mendapat kekuasaan dari hukum alam. Karena hukum alam yang menjadi dasar kekuasaan raja, maka kekuasaan raja itu dibatasi dengan hukum alam, dan karena raja mendapat kekuasaannya dari rakyat, maka pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat, yang  berdaulat adalah rakyat dan raja anya sebgai pelaksana dari apa yang diputuskan dan dikehendaki rakyat.

Rakyat menurut Rousseau:
Bukanlah penjumlahan daripada individu-individu di dalam negara, melainkan kesatuan yang dibentuk individu-individu itu, dan mempunyai kehendak yang mana diperoleh dari individu-individu melalui perjanjian masyarakat, yang oleh Rousseau kehendak tadi disebut kehendak umum atau volonte generale, yang dianggap mencerminkan kemauan atau kehendak umum.
Jadi kalau rakyat adalah penjumlahan daripada individu-individu maka kehendak tadi bukan volonte generale tetapi volonte de tous.
Immanuel Kant
Tujuan negara itu adalah utnuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan daripada warga negaranya, kebebasan dalam batas-batas perundang-undangan.

Selasa, 12 April 2011

Bentuk Pemerintahan dalam praktik kekinian


Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan untuk sekarang ini dapat dikategorikan  menjadi empat bentuk pemerintahan, yaitu:

Tribalisme, Republik, Monarki, dan Demokrasi. mari kita bedah beberapa sub bagian dari masing-masing.

Tribalisme :
merupakan bentuk pemerintahan yang paling awal, biasanya berupa pemerintahan gabungan dari beberapa suku yang ada di masyarakat. Bentuknya adalah :

Tribalisme Despotik, pemimpin diperoleh dari peperangan beberapa suku. Suku yang menang akan menjabat sebagai pemimpin. Pemimpin biasanya merangkap sebagai dukun atau pemuka agama dan tidak bertanggung jawab pada siapapun. Pemimpin biasanya memerintah sampai mati.

Tribalisme Demokratik, seperti yang dicontohkan nabi Muhammad. Suku-suku berembuk untuk memilih pemimpin dari kepala suku yang akan menjabat sampai mati. Contoh Emirat.

Republik :
merupakan pemerintahan yang terbentuk dari beberapa kelompok, biasanya dengan dilengkapi majelis tinggi yang merupakan representasi kelompok-kelompok yang berkuasa yang akan memilih pemimpin. Jenisnya :

Republik Bangsawan, pemerintahan dipilih melalui musyawarah dari beberapa keluarga bangsawan. Contohnya Republik Roma, Republik Venesia. Pada abad pertengahan jabatan pemimpin disebut Prince. Masa jabatan penguasa 8 tahun.

Republik Konstitusional, Republik yang berfondasi pada undang-undang dasar. Contoh NKRI. masa jabatan penguasa 4 tahun.

Republik Pedagang, Republik yang pada dasarnya adalah perusahaan yang memiliki tanah di daerah tertentu, memiliki hukum dan kelengkapan republik pada umumnya. Hanya ada pada jaman pertengahan, sekarang sudah menajadi perusahaan multi nasional. Masa Jabatan Penguasa 4 tahun contoh Hansetatic League.

Republik Administratif, Republik yang memiliki birokrasi yang ketat. Masa jabatan 4 tahun.

Teokrasi, Republik yang penguasanya juga merupakan pemuka agama dan berkuasa sampai mati. Contoh vatikan.

Republik Diktatorial, Republik yang penguasanya menjabat sampai mati dan berkuasa penuh atas negaranya, parlemen hanya boneka saja.

Monarki :
Merupakan bentuk pemerintahan yang penguasanya biasanya memiliki garis keturunan dengan penguasa terdahulu. Dengan penguasa menjabat sampai mati.

Monarki Feodal, Pada monarki feodal terdiri dari kelas-kelas, ada kelas tuan tanah, kelas pedagang, agamawan dan petani penggarap. Penguasa pada monarki feodal adalah orang yang dapat mempersatukan tuan tanah-tuan tanah tersebut.

Monarki Absolut yang tercerahkan, bentuk monarki absolut yang penguasanya termakan ide jaman pencerahan.

Monarki Absolut, Monarki yang penguasanya berkuasa penuh atas negaranya.

Monarki Despotik, Monarki yang penguasanya juga merangkap sebagai pemuka agama.

Monarki Konstitusional, Monarki yang dibangun berdasarkan undang-undang dasar. Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri.

Monarki Administratif, Monarki yang pemerintahannya dijalankan oleh birokrasi yang rumit.

Kekaisaran, Monarki absolut yang memiliki wilayah yang sangat luas.

Khusus pada Holy Roman Empire (Jerman pada saat ini), Kaisar dipilih oleh para raja, dan wilayah kekaisaran dapat berubah-ubah sepanjang waktu, raja boleh memutuskan untuk tidak bergabung dengan HRE.

Demokrasi, pemerintahan yang mirip dengan republik, namun rakyat dapat memilih penguasanya secara langsung. masa jabatan penguasa biasanya hanya 4 tahun.

Demokrasi Konstitusional, Demokrasi yang memiliki undang-undang dasar.

Demokrasi Revolusioner, Demokrasi yang hanya terjadi pada saat revolusi dan pemimpinnya tidak jelas atau pemerintahan para pemberontak, Contoh demokrasi pada revolusi perancis, dan PRRI.

Demokrasi Diktatorial yang Tercerahkan, demokrasi yang berubah menjadi Diktatorial, namun penguasanya mementingkan rakyat.

Demokrasi Totaliter, Demokrasi yang berubah menjadi diktatorial, karena rakyat sangat percaya pada pemimpinnya.

Junta militer, Demokrasi yang berubah menjadi kudeta sehingga rakyat dikuasai oleh pemimpin militer.

Sistem Pemerintahan Indonesia


Sistem Pemerintahan Indonesia
Sistem berarti suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional.
Pemerintahan dalam arti luas adalah pemerintah/ lembaga-lembaga Negara yang menjalankan segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislative maupun yudikatif.
# Pengelompokkan system pemerintahan:
  1. system pemerintahan Presidensial
merupakan system pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (legislative). Menteri bertanggung jawab kepada presiden karena presiden berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.
Contoh Negara: AS, Pakistan, Argentina, Filiphina, Indonesia.
Ciri-ciri system pemerintahan Presidensial:
1. Pemerintahan Presidensial didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan.
2. Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk menyatu dengan Legislatif.
3. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden.
4. eksekutif dipilih melalui pemilu.
  1. system pemerintahan Parlementer
merupakan suatu system pemerintahan di mana pemerintah (eksekutif) bertanggung jawab kepada parlemen. Dalam system pemerintahan ini, parlemen mempunyai kekuasaan yang besar dan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Menteri dan perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen.
Contoh Negara: Kerajaan Inggris, Belanda, India, Australia, Malaysia.
Ciri-ciri dan syarat system pemerintahan Parlementer:
1. Pemerintahan Parlementer didasarkan pada prinsip pembagian kekuasaan.
2. Adanya tanggung jawab yang saling menguntungkan antara legislatif dengan eksekutif, dan antara presiden dan kabinet.
3. Eksekutif dipilih oleh kepala pemerintahan dengan persetujuan legislatif.
  1. system pemerintahan Campuran
dalam system pemerintahan ini diambil hal-hal yang terbaik dari system pemerintahan Presidensial dan system pemerintahan Parlemen. Selain memiliki presiden sebagai kepala Negara, juga memiliki perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
Contoh Negara: Perancis.
# Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia
  1. Tahun 1945 – 1949
Terjadi penyimpangan dari ketentuan UUD ’45 antara lain:
  1.  
    1. Berubah fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
    2. Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer berdasarkan usul BP – KNIP.
  1. Tahun 1949 – 1950
Didasarkan pada konstitusi RIS. Pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah system parlementer cabinet semu (Quasy Parlementary). Sistem Pemerintahan yang dianut pada masa konstitusi RIS bukan cabinet parlementer murni karena dalam system parlementer murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah.
  1. Tahun 1950 – 1959
Landasannya adalah UUD ’50 pengganti konstitusi RIS ’49. Sistem Pemerintahan yang dianut adalah parlementer cabinet dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Ciri-ciri:
  1.  
    1. presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
    2. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
    3. Presiden berhak membubarkan DPR.
    4. Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
  1. Tahun 1959 – 1966 (Demokrasi Terpimpin)
Presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya sehingga nasib parpol ditentukan oleh presiden (10 parpol yang diakui). Tidak ada kebebasan mengeluarkan pendapat.
  1. Tahun 1966 – 1998
Orde baru pimpinan Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi terpimpin pada era orde lama. Namun lama kelamaan banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Soeharto mundur pada 21 Mei ’98.
  1. Tahun 1998 – Sekarang (Reformasi)
Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan ruang gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara kritis dan dibenarkan untuk unjuk rasa.
# Sistem Pemerintahan menurut UUD ’45 sebelum diamandemen:
Ø Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.
Ø DPR sebagai pembuat UU.
Ø Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.
Ø DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan.
Ø MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan.
Ø BPK pengaudit keuangan.
# Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002)
Ø MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
Ø Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat.
Ø Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
Ø Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Ø Kekuasaan Legislatif lebih dominan.
# Perbandingan SisPem Indonesia dengan SisPem Negara Lain
Berdasarkan penjelasan UUD ’45, Indonesia menganut sistem Presidensia. Tapi dalam praktiknya banyak elemen-elemen Sistem Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat dikatakan Sistem Pemerintahan Indonesia adalah perpaduan antara Presidensial dan Parlementer.
# kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia
Ø Presiden dan menteri selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan DPR.
Ø Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya dengan tidak dibayangi krisis kabinet.
Ø Presiden tidak dapat memberlakukan dan atau membubarkan DPR.
# Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia
Ø Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan di tangan Presiden.
Ø Sering terjadinya pergantian para pejabat karena adanya hak perogatif presiden.
Ø Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh.
Ø Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang mendapat perhatian.
# Perbedaan Sistem Pemerintahan Indonesia dan Sistem Pemerintahan Malaysia
  1. Badan Eksekutif
a. Badan Eksekutif Malaysia terletak pada Perdana Menteri sebagai penggerak pemerintahan negara.
b. Badan Eksekutif Indonesia terletak pada Presiden yang mempunyai 2 kedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
  1. Badan Legislatif
a. Di Malaysia ada 2 Dewan Utama dalam badan perundangan yaitu Dewan Negara dan Dewan Rakyat yang perannyan membuat undang-undang.
b. Di Indonesia berada di tangan DPR yang perannya membuat undang-undang dengan persetujuan Presiden